Kamis, 04 April 2013

Lampion Diujung Jalan II | Kata-kata Curahan Hati

Lampion Diujung Jalan II

Dan,
Jarak bukanlah sesuatu yang memisahkan,
Waktu bukanlah sesuatu yang menjadikan kita alpa,
Tapi jarak dan waktu adalah rantai sutra,
Yang menjadikan kita dekat dan rekat .....


Seadanya saja,
Mari kita bercinta,
Dalam sekelamin jiwa,
Sejalan menapaki hidup.

Bukankah itu lebih baik,
Atas apa yang sebenarnya?

Aku remuk dalam bejana rindu mu,
Duhai lelaki yang menahta hatiku .....


Untuk sebuah luka ini,
Langit dengarkanlah seruanku,
Tertawalah serentak,
Aku kehilangan,
Aku ketinggalan.

Apalah kini ada?
Dimana kini aku berada?
Teriakkanlah canda!
Teriakkanlah tawa!
Karena aku terlanjur luka dalam bejana cinta,
Ikatlah aku,
Remukkanlah cinta,
Dan leburkanlah dalam nestapa .....


Aku sendiri seorang pecinta, aku bukanlah seseorang yang tidak rindu
akan kasih sayang, aku bukan orang yang menganggap percintaan
antara laki-laki dan perempuan adalah omong kosong. Aku justru
mereduksi makna cinta dengan definisi dan pemikiran yang sempit .....


Aku rindu waktu, saat kau menatapku tak berkedip, dibalik kabut dan
serangan angan, rindumu masih hijau, dan cintamu tak bertepi
dilabuhanku .....


Ya!!
Aku kehilangan,
Aku nestapa dalam remuk cinta.


Bahkan hingga saat ini aku masih saja melukis tentang indah mu,
Yang mengalir dalam deras waktu, menahta dalam setiap inchi tubuhku,
wahai lelaki yang menahta hatiku .....



Selasa, 02 April 2013

Lampion Diujung Jalan | Kata-kata Curahan Hati

Lampion Diujung Jalan


Engkau adalah alasan untuk aku tetap tersenyum .....

Sembari kuayak dari lahan yang tandus,
Siap kutampung rakaat hari dalam nyeri,
Kukupas arti,
Mungkin kau tak sanggup jujur,
memelihara darah dusta bertualang disel sel tubuh.

Maka terlanjur kau tak berganti,
Aku limbah di ceruk laut,
Sampai surut,
Meletakkan malam antara aku,
kau dan puisi ......

Tanpamu sayangku ......


Arahku kian pudar,
Aku tak tau harus berbuat apa,
kasih .....
Uraikan isi hatimu .....
Untukku .....


Andai aku tak berujung padamu,
Maka biarkan kisah ini tetap untuk ku kenang.


Aku telah mati dalam kota yang terpilah antara pulau-pulau,
pun setelah kenyataan ini, maka biarkan keterasinganku
menjadi mimpi, yang kelak aku igaukan, saat mentari menapak
pada peraduan senja, karena persetubuhan itu telah usai,
dan akupun memapah rindu yang telah memilih diantara jemari
waktu ......


Sesekali ku adakan penghidupanku atas seorang aku,
sesekali ku serahkan untuk orang lain, dan itu adalah
kepadamu ......


Aku ingin selalu membuat orang lain gembira dna bahagia,
tetapi bukan berarti aku harus selalu kalah bukan?
Kali ini aku harus menang, ini hidupku, ini jalanku, ini pilihanku!
Aku sering mengalah dan diam, setidaknya aku ingin ada yang
merasa cintai dengan apa yang aku lakukan ini .....


Ya rab,
andai kesetiaan itu tak lagi ada,
maka jadikanlah cobaan ini indah .....

Aku melayari malam, dalam hening yang aku reguk mimpinya,
ketika bulan redam dalam bias hitam selaput awan,
yang belum sempat merisalahkan hati,
tak kala engkau puisikan hujan pada retak retak hatiku .....


Aku diam bukan berarti aku berhenti mencintaimu,
tetapi rasa itu tetap ada dan hanya untukmu .....


Aku terus menggores tentang rasaku kepadamu,
menggapai harapan atas namamu,
meski aku belum tau,
sampai dimana batas rindu ini kn berlabuh.

Biarlah,
mungkin hanya waktu yang tau,
tapi izinkan aku untuk terus mengingatmu,
membawamu kedalam penantianku ......